JAYAPURA-NUSANTARAPOST.ID-Dinilai kurang berpihak kepada Pengusaha orang asli Papua, sejumlah pengusaha asli papua meminta agar pemerintah mengevaluasi kinerja Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Wilayah Papua.
Jefri Mabel yang juga Wakil Ketua Umum Korwil Lapago ini mengaku sudah dua kali kalah dalam proses lelang suatu proyek, padahal perusahannya secara administrasi dan kelengkapan sudah jelas.
“Kita punya akte, perusahaan dan alat ada. Tapi masa orang dari Jakarta yang bisa kerja proyek di Wamena. Jangan pancing saya kasih turun massa untuk lakukan aksi unjukrasa,” tambahnya.
Ia pun menyebutkan, ada sebuah proyek jalan Habema Wamena senilai Rp.5 miliar yang seharusnya bisa dikerjakan oleh pengusaha asli Papua, tapi ternyata dikerjakan oleh pengusaha dari luar Papua.
“Di aturan itu jelas kok, mulai dari proyek Rp. 15 miliar ke bawah itu harus pengusaha OAP. BP2JK jangan bermain begitu,” tegasnya.
Penegasan yang sama disampaikan juga oleh pengusaha asli Papua, Aples Numberi yang juga Wakil Ketua Umum KADIN Papua Bidang Pengembangan Pengusaha Orang Asli Papua (OAP).
Menurut Aples, BP2JK seharusnya lebih mengutamakan pengusaha asli Papua karena mereka bekerja di daerah kekhususan. Namun, pengusaha OAP yang mengikuti lelang di BP2JK justru tidak berhasil mendapatkan proyek.
“Kami minta BP2JK ditutup dan seluruh proyek dikembalikan ke empat balai di Papua agar pengusaha OAP bisa datang ke sana dan kepala balai yang bina, supaya pengusaha OAP menjadi tuan di atas negerinya sendiri,” kata Aples.
Ia pun menilai pemerintah tidak pernah membuka diri dan melihat pengusaha OAP untuk mengangkat derajatnya melalui pembinaan.
“Otsus lahir ini kan karena keluhan masyarakat asli Papua, dengan harapan dapat mengangkat harkat martabat OAP. Tapi kenyataannya pemerintah tidak pernah membuka diri untuk mengangkat dan membina pengusaha OAP. Saya sendiri merasakan itu,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Papua, Nur Sjafrudin mempertanyakan dasar tudingan tak berpihak itu. Sebab sebenarnya BP2JK sudah mengeluarkan kebijakan yang sangat berpihak bagi pengusaha OAP.
“Kami mengacu pada Perpres No.17 Tahun 2019 untuk pengadaan. Dulu memang untuk proyek Rp.0 sampai Rp.2,5 miliar untuk pengusaha OAP. Tapi sekarang mulai 2022 ini, kami bersama BP2JK Papua Barat ambil kebijakan yakni paket Rp.0 sampai Rp.15 miliard untuk pengusaha OAP,” katanya.
Ia pun menerangkan dalam evaluasi, pihaknya juga mengacu pada akte notaris yang menyatakan bahwa pengusaha itu adalah OAP, dilihat dari Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan marganya.
“Dari situlah kita menetapkan untuk pemenangnya, kalau diluar Papua pasti gugur untuk paket Rp.0 sampai Rp.15 miliar. Itu kebijakan loh, seharusnya Rp.2,5 sampai Rp.15 miliard itu di luar OAP bisa masuk ikut lelang,” tambah dia.
Lanjut dia, terkait proyek preservasi jalan Wamena – Habema yang dikerjakan pengusaha dari luar Papua senilai Rp.5 miliar itu sudah sesuai ketentuan Perpres No.17 Tahun 2019, karena paket pekerjaannya di tahun 2020 dimana paket Rp.2,5 miliar ke atas harus lelang umum.
“Jadi proyek ini dilelang umum. Nah kalau kebijakan paket Rp.0 sampai Rp.15 miliar itu memang baru dimulai tahun 2022 ini. Jadi kalau disampaikan seperti itu yah mohon maaf memang itu sudah betul karena sesuai aturan,” tandasnya.(redaksi)